Keuinakan dan Ciri Khas Tanah Bumbu

Keunikan Daerah Asal 
 
Pada kesempatan ini saya akan membarikan beberapa contoh dari sekian banyak keunikan dan ciri khas kota Tanah Bumbu, mulai dari seni budaya, tempat wisata, cendramata dan makanan.
 

1. Seni Budaya
     
 
  •    MADIHIN
                  Seni Madihin adalah suguhan pentas monolog oleh satu atau dua orang seniman tradisional yang merangkai syair  dan pantun diiringi dengan musik gendang khas Banjar. Sajian materi  seni ini biasanya melemparkan sindiran – sindiran dan pesan sosial dan moral dengan kosa kata yang menggelitik dan lucu.
2. Tempat Wisata

“MAPPANRETASI” Pesta Adat Pagatan Tanah Bumbu

 

     Ajang Tahunan Yang Menjadi Pelabuhan Budaya Bagi Seluruh Suku Di Kabupaten Tanbu.
Sebuah acara tahunan di gelar warga yang bertempat tinggal di pesisir Pantai Pagatan. Acara ini biasa dikenal dengan istilah Mappanretasi (Pesta Laut). Mappanretasi merupakan sebuah upacara adat Suku Bugis di Pantai Pagatan Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Mappanretasi berasal dari bahasa Bugis yang terdiri dari dua kata yaitu Ma’ppanre yang berarti memberi “makan” dan Tasi berarti “laut”. Jadi Mappanretasi, artinya memberi makanan di laut.

 
     Upacara adat ini dilaksankan secara turun temurun oleh masyarakat setempat. Pesta laut ini dilaksanakan selama tiga minggu di bulan April. Dan puncaknya dilaksanakan pada minggu terakhir di Bulan April. Kegiatan ini dilaksanakan berkat kerjasama Pemerintah Daerah, Dinas Pariwisata, Lembaga Adat Ogie yang berada di sekitar wilayah Pagatan. Biasanya perayaan pesta laut ini dihadiri oleh Bupati, Kapolres beserta Unsur Muspida dan lainnya. Selain itu, selama hampir tiga minggu, pantai Pagatan setiap sore hingga malam hari sejak dibukanya acara pesta laut ini di padati oleh para pegunjung, hingga berakhirnya pesta adat nelayan Pagatan terdapat pasar malam yang menjadi primadona warga di pesisir pantai”, Kata Nirwana salah satu warga yang berkunjung ke pasar malam itu.
 
“Agenda wisata tahunan ini tujuannya untuk memberi makan laut sebagai ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas hasil laut yang melimpah”, kata Aryanto S.T selaku panitia pelaksana pesta laut. Para nelayan Suku Bugis yang tinggal di pesisir pantai Pagatan, Tanah Bumbu menggelar upacara Mappanretasi atau memberi makan laut dengan cara melarung sesajen sebagai wujud syukur atas hasil laut. Sesajen tersebut berupa sesisir pisang Barengseng, nasi ketan warna putih, hitam, kuning dan merah jambu yang melambangkan ke empat unsur yang ada di muka Bumi, juga dilengkapi dengan ayam jantan hitam si Kadi dengan betina si Manis dan pisang raja. Sesajen tersebut mengiring ayam berwarna hitam yang di bawa naik kapal nelayan yang telah disiapkan. Pemimpin acara sakral selamatan laut atau biasa disebut Sandro. Sandro merupakan gelar yang diperoleh secara turun temurun yang diperoleh melalui titisan leluhurnya yang tidak dapat diambil alih oleh orang lain. Sandro mappanretasi didampingi 12 pengiring atau dayang yang terdiri dari 6 orang perempuan dan 6 orang laki-laki telah menunggu di atas kapal nelayan tersebut. Sandro yang mengenakan (songko Recca)  kopiah bugis Bone dan mengenakan pakaian adat Bugis yang serba kuning memberi aba-aba agar kapal bertolak dari pantai menuju ke titik di tengah laut yang telah ditentukan oleh sandro.

     Malam sebelum prosesi selamatan laut dilaksanakan sandro turun ke laut, semacam survey untuk menentukan titik koordinat posisi yang tepat untuk selamatan laut tersebut. Menemukan titik sakral di tengah laut tidaklah mudah, ibarat mengirim surat, kalau alamatnya tidak jelas, maka surat tersebut tidak akan sampai menemukan titiknya pun harus dengan menggunakan kontak batin ke alam gaib yang hanya bisa dilakukan oleh sandro.

     Setelah kapal sampai ke titik yang telah ditentukan, puluhan kapal nelayan terlihat mengerubungi kapal yang ditumpangi sandro untuk mengikuti pembacaan doa selamatan laut. Usai pembacaan doa oleh sandro, ayam hitam yang telah disiapkan langsung dipotong dan dilepas ke laut. Begitu pula sesajen yang telah disiapkan juga lepas. Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming dalam acara puncak perayaan pesta adat Mappanretasi di lokasi obyek wisata pantai Pagatan menyampaikan wisata budaya di Kalimantan Selatan  perlu terus dilestarikan guna mendukung berkembangnya program-program pariwisata yang ada di daerah sehingga dapat menjadi icon wisata yang bisa memberikan daya tarik serta menjadi jembatan pemersatu budaya melalui kontribusi tiap kesenian kesenian yang ada. Apalagi Tradisi ini tidak hanya memberikan hiburan saja tapi juga nilai positif”. Hal yang sama dikatakan Ketua Lembaga Adat Ogie Burhansyah saat ditemui di rumah Sandro usai acara puncak, “meskipun acara ini budayanya orang Bugis, tidak menuntut kemungkinan budaya lainnya tidak bisa ikut andil, diharapkan nantinya semua seni budaya dari  semua etnis yang ada di Tanah Bumbu dapat berpartisipasi untuk memeriahkan pesta Laut ini. Dan yang paling penting ajang tahunan ini dapat menjadi pelabuhan budaya bagi seluruh suku yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu”.

Sumber: https://www.jhonlinmagz.com/mappanretasi-pesta-adat-pagatan-tanah-bumbu/

3. Cendramata
 

     Kalimantan Selatan tak hanya memiliki sasirangan sebagai kain tradisionalnya, namun ada juga Tenun Pagatan. Tenun yang satu ini memiliki ciri khas yang jauh berbeda dari sasirangan.
Dari segi jenis kainnya hingga motif dan cara pembuatannya, semuanya sangat berbeda. Kain tenun ini berasal dari Kota Pagatan di Kabupaten Tanahbumbu, Kalimantan Selatan.
Ada beberapa jenisnya yang dibedakan dari motifnya. Di antaranya adalah motif bebbe, sobbe are, sobbe sumelang dan panji atau passulu.
 
 
     Kain tenun ini mulai ada di Kalimantan Selatan diperkirakan pada abad ke 18, seiring dengan kedatangan para perantau suku Bugis dari Sulawesi. Di masa lalu, kain ini hanya dipakai oleh para bangsawan suku Bugis di Pagatan. Di Pagatan, banyak ditemui perajinnya dan mereka adalah orang-orang suku Bugis yang bermukim di sana. Mereka biasanya bekerja di rumah yang tersebar di beberapa desa.
 
     Para wisatawan bisa mengunjungi rumah mereka untuk bisa melihat langsung proses pembuatannya. Para perajin ini juga menerima wisatawan yang ingin menginap di rumah mereka, sembari melihat langsung proses pembuatannya dan mereka juga bersedia mengajari wisatawan yang berminat belajar membuat Tenun Pagatan.
 
     Sri Hidayah sering melakukannya. Bisa dikatakan, dia backpackeran ke Pagatan dan menginap di rumah para perajinnya ini sembari melihat dan mempelajari langsung cara pembuatannya. "Mereka ramah-ramah kok. Mereka tahu banyak tentang cara pembuatannya, jenis motifnya, dan sebagainya. Mereka senang sekali bisa mengajarkan cara membuatnya ke wisatawan," jelas warga Kampung Melayu, Banjarmasin ini. Di Pagatan, dia mengunjungi desa-desa perajin tenun ini dengan berjalan kaki, naik sepeda motor atau mobil. Sebab, terkadang tak ada transportasi umum untuk menjangkau perkampungan mereka karena ada saja yang tinggalnya di pelosok. "Ada yang tinggalnya di daerah yang mudah dijangkau sehingga bisa menggunakan ojek atau becak, tarifnya Rp 5.000 saja. Namun ada juga yang susah dijangkau yang jaraknya sangat jauh dari Pagatan. Ada juga yang di pinggir sungai, ke sana harus naik perahu," tuturnya.
 
     Tak jarang juga yang tinggalnya di daerah terpencil, di balik pepohonan rumbia bahkan di tengah sawah yang akses jalannya sangat sulit dan tak dilalui kendaraan umum. "Makanya saya ke sana kalau memungkinkan jalan kaki, kalau tidak ya naik sepeda motor atau mobil sambil menikmati pemandangan alam di sana," paparnya. Mereka ini tersebar di lebih dari lima desa, seperti di Desa Manurung, Mudalang, Mattone Kampung Baru, Barugelang, Batarang, Saring Sungai Binjai, Sepunggur dan di Kota Pagatan sendiri juga ada. "Untuk Desa Manurung, Mudalang, Sepunggur dan Mattone sangat mudah ditempuh. Dekat dari pusat Kota Pagatan," katanya. Para perajin di empat desa ini biasanya dipusatkan di bengkel tenun.
 
 
 
     Selama menginap di rumah-rumah para penenunnya, dia belajar banyak tentang cara menenunnya.
Penenun di tiap desa memiliki keahlian tersendiri. Misalnya, benang dipintal di Desa Manurung, kemudian diikat di Desa Mudalang, diwarnai di Desa Saring Sungai Binjai lalu ditenun di Desa Barugelang. Selama menginap di rumah-rumah mereka ini, dia jadi lebih tahu banyak tentang kain Tenun Pagatan. Selain keramahan penghuni rumah, dia juga bisa menikmati kuliner khas setempat dan mendengar suara-suara mesin tenunnya tiap hari. Semuanya diproses secara tradisional dan dia benar-benar merasakan bagaimana kehidupan sehari-hari para perajinnya yang masih sangat sederhana dan semangat perjuangan mereka untuk terus melestarikan budaya nenek moyang mereka melalui seikat kain Tenun Pagatan.
 
     Proses pembuatan sehelai kain ini sangat rumit. Karena dibuat secara manual, tak heran jika harganya mahal. Harga Tenun Pagatan per helai ukuran 2 x 1,3 meter, bahan katun ATBM senilai Rp 250.000 dan sutra Rp 700.000 - Rp 800.000. Kalau yang memakai pewarna alami berbahan sutra biasanya harganya di atas Rp 1 juta. Jenis songket pun di atas Rp 1 juta. "Yang paling banyak dicari wisatawan adalah yang katun ATBM karena lebih murah. Kain-kain ini biasanya juga diolah jadi berbagai jenis kerajinan tangan macam bros, kotak perhiasan, dompet, dan sebagainya buat dijual," ujarnya. Untuk ke sana, dia harus rela menempuh perjalanan jauh dari Banjarmasin.
 
     Ada beberapa alternatif yang digunakan untuk mencapai Pagatan. Bisa menggunakan angkutan umum dari Terminal Induk Km 6 di Banjarmasin langsung ke Pagatan dengan biaya Rp 80.000 per orang. Jika dengan jasa travel biayanya Rp 140.000 per orang. Bisa juga menggunakan pesawat dari Bandar Udara Syamsudin Noor di Kota Banjarbaru ke Bandar Udara Bersujud di ibukota Kabupaten Tanahbumbu, yaitu Batulicin. Dari Batulicin harus melanjutkan perjalanan lagi sekitar satu jam ke Pagatan.

Sumber: http://www.tribunnews.com/travel/2015/09/15/kain-tenun-pagatan-yang-indah-motif-motifnya-kegemaran-kalangan-bangsawan-bugis.

 4. Kuliner


 Iwak Samu
      Iwak samu atau iwak basamu adalah makanan khas Kalimantan Selatan yang biasanya terdapat didaerah pesisir pantai seperti halnya wilayah tanah bumbu yang terletak dipinggiran pantai, bahannya memanfaatkan hasil laut berupa ikan yang disamu. Samu dalam bahasa Banjar berarti proses mengasinkan ikan dengan dibumbui oleh garam, kunyit, dan beras yang disangrai dan kemudian ditumbuk kasar. Ikan yang biasa dipilih untuk disamu adalah ikan-ikan laut yang masih kecil-kecil atau bisa juga ikan air tawar seperti gabus, sepat, saluang, dan papuyu. Iwak samu bisa dimakan bersama nasi, sayur, sambal, ataupun lauk pauk lainnya. Iwak samu yang ingin dimakan harus digoreng terlebih dahulu hingga matang [tentunya ikan sudah dibumbui dengan bumbu-bumbu tadi]. Rasa dari iwak samu asin bercampur gurih dan tak lupa terdapat sensasi kriuk yang bisa menambah selera makan.

Sumber: https://makananoleholeh.com/makanan-khas-kalimantan-selatan/
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keunggulan Teknik Mesin

Rumah Sakit UMM